Nggak
terasa perjalanan hidup kita di tahun 2011 ini tinggal menghitung detik aja.
Sebenarnya hitungan tahun itu sekadar untuk ukuran. Bisa ditentukan aturan
pengukurannya sama kita sendiri sebagai bahan untuk membuat target dan
program dalam jangka waktu tertentu. Misalnya sedetik, semenit, satu jam,
satu hari, satu minggu, satu bulan, satu tahun, satu windu, satu dasawarsa,
satu abad, satu milenium. Selain membuat target dan program, tentunya ukuran
waktu tersebut sebagai bahan evaluasi diri dan perjalanan hidup kita.
Gambar
perayaan tahun baru di atas yang super-duper mariah, kadangkala bahkan
membuat kita sengaja melupakan sejenak persoalan hidup yang berat untuk
sekadar merayakan pergantian tahun: old and new. Haruskah kita
merayakan pergantian tahun tersebut? Padahal, isinya tak jauh dari “itu-itu”
juga: kumpul bareng dengan keluarga, atau bersama komunitas yang kita buat,
atau rame-rama membaur dengan masyarakat pada umumnya di tempat tertentu
sambil menikmati makanan dan hiburan. Termasuk melanggengkan tradisi niup
terompet pas detik jarum jam yang disepakati sebagai penanda awal dan akhir
tahun tepat di angka 12 atau pada jam digital menunjukkan kombinasi angka
“00.00”.
Idih,
apa enaknya kayak gitu? Cuma hiburan sesaat, suka-suka sejenak, setelah itu
esok hari kita stres lagi dihadapkan pada langkanya minyak tanah, pada nasib
diri yang tak kunjung membaik, pada semua harga-harga yang makin tak terbeli,
pada banjir yang menenggelamkan kota, pada tanah longsor yang siap mengubur
dan pada semua beban hidup yang mendera. Maklumlah, jaman sekarang lagi
krisis kayak gini kalo sampe hura-hura keterlaluan banget! Iya nggak sih?
Belum
lagi kalo kita ngomongin hukum merayakan pergantian tahun baru masehi, boleh
apa nggak, haram apa nggak bagi kaum muslimin. Iya kan? Kita harus tahu. Malu
atuh ama jenggot yang tumbuh di mana-mana (eh, jenggot kan cuma tumbuh
di bawah dagu ya?). Iya, maksudnya udah gede tapi nggak tahu aturan syariat
kan kayaknya gimana gitu? Nggak layak, gitu lho! Sori ini bukan merendahkan,
tapi sekadar nyindir bin nyentil aja. Supaya kamu yang belum tahu terpacu
untuk belajar. Setuju kan?
^_^Hukum merayakan tahun
baru masehi^_^
Nah,
sebelum membahas lebih lanjut, saya sengaja menempatkan subjudul ini lebih
dulu ketimbang tema lain. Iya, ini supaya kita sebagai muslim bisa
berhati-hati sebelum melakukan perbuatan. Sebab, berdasarkan kaidah fiqih
dalam ajaran agama kita, bahwa hukum asal suatu perbuatan adalah terikat
dengan hukum syara (sayriat Islam). Itu sebabnya, sebelum melakukan suatu
perbuatan kita harus tahu apakah perbuatan tersebut dihukumi sebagai
perbuatan yang dibolehkan, diwajibkan, disunnahkan, diharamkan atau dihukumi
sebagai makruh.
Lalu
apa hukumnya merayakan tahun baru masehi bagi seorang muslim? Jawaban
singkatnya adalah SSTBAH alias sangat sangat tidak boleh alias haram. Titik.
Duh,
kok saklek banget sih? Oke, kalo kamu pengen tahu sebabnya. Bahwa merayakan
tahun baru masehi adalah bukan tradisi dari ajaran Islam. Meskipun jutaan
atau miliaran umat Islam di dunia ini merayakan tahun baru masehi dengan
sukacita dan lupa diri larut dalam gemerlap pesta kembang api atau melibatkan
diri dalam hiburan berbalut maksiat tetap aja nggak lantas menjadikan tuh
perayaan jadi boleh atau halal. Sebab, ukurannya bukanlah banyak atau
sedikitnya yang melakukan, tapi patokannya kepada syariat.Oke?
So,
sekadar tahu aja nih, tahun baru masehi itu sebenarnya berhubungan dengan
keyakinan agama Nasrani, lho. Masehi kan nama lain dari Isa Almasih dalam
keyakinan Nasrani. Sejarahnya gini nih, menurut catatan di Encarta
Reference Library Premium 2005, orang pertama yang membuat penanggalan
kalender adalah seorang kaisar Romawi yang terkenal bernama Gaisus Julius
Caesar. Itu dibuat pada tahun 45 SM jika mengunakan standar tahun yang
dihitung mundur dari kelahiran Yesus Kristus.
Tapi
pada perkembangannya, ada seorang pendeta Nasrani yang bernama Dionisius yang
kemudian ‘memanfaatkan’ penemuan kalender dari Julius Caesar ini untuk
diadopsi sebagai penanggalan yang didasarkan pada tahun kelahiran Yesus
Kristus. Itu sebabnya, penanggalan tahun setelah kelahiran Yesus Kristus
diberi tanda AD (bahasa Latin: Anno Domini yang berarti: in the
year of our lord) alias Masehi. Sementara untuk jaman prasejarahnya
disematkan BC (Before Christ) alias SM (Sebelum Masehi)
Nah,
Pope (Paus) Gregory III kemudian memoles kalender yang sebelumnya dengan
beberapa modifikasi dan kemudian mengukuhkannya sebagai sistem penanggalan
yang harus digunakan oleh seluruh bangsa Eropa, bahkan kini di seluruh negara
di dunia dan berlaku umum bagi siapa saja. Kalender Gregorian yang kita kenal
sebagai kalender masehi dibuat berdasarkan kelahiran Yesus Kristus dalam
keyakinan Nasrani. “The Gregorian calendar is also called the Christian
calendar because it uses the birth of Jesus Christ as a starting date.”,
demikian keterangan dalam Encarta.
Di
jaman Romawi, pesta tahun baru adalah untuk menghormati Dewa Janus (Dewa yang
digambarkan bermuka dua—ini bukan munafik maksudnya, tapi merupakan Dewa
pintu dan semua permulaan. Jadi mukanya dua: depan dan belakang, depan bisa
belakang bisa, kali ye?). Kemudian perayaan ini terus dilestarikan dan menyebar
ke Eropa (abad permulaan Masehi). Seiring muncul dan berkembangnya agama
Nasrani, akhirnya perayaan ini diwajibkan oleh para pemimpin gereja sebagai
satu perayaan “suci” sepaket dengan Natal. Itulah sebabnya mengapa kalo
ucapan Natal dan Tahun baru dijadikan satu: Merry Christmas and
Happy New Year, gitu lho.
Nah,
jadi sangat jelas bahwa apa yang ada saat ini, merayakan tahun baru masehi
adalah bukan berasal dari budaya kita, kaum muslimin. Tapi sangat erat dengan
keyakinan dan ibadah kaum Nasrani. Jangankan yang udah jelas perayaan
keagamaan seperti Natal, yang masih bagian dari ritual mereka seperti tahun
baru masehi dan ada hubungannya serta dianggap suci aja udah haram hukumnya
dilakukan seorang muslim. Why?
Di antara ayat yang menyebutkan secara khusus larangan menyerupai hari-hari besar mereka adalah firman Allah Swt.: “ “Dan orang-orang yang tidak memberikan perasaksian palsu” (QS al-Furqaan [25]: 72) Ayat ini berkaitan dengan salah satu sifat para hamba Allah yang beriman. Ulama-ulama Salaf seperti Ibnu Sirin, Mujahid dan ar-Rabi' bin Anas menafsirkan kata "az-Zuura" (di dalam ayat tersebut) sebagai hari-hari besar orang kafir.
Itu artinya, kalo sampe seorang muslim merayakan tahun
baru masehi berarti melakukan persaksian palsu terhadap hari-hari besar orang
kafir. Naudzubillahi min dzalik. Padahal, kita udah punya hari raya
sendiri, sebagaimana dalam hadits yang shahih dari Anas bin Malik ra, dia
berkata, saat Rasulullah saw. datang ke Madinah, mereka memiliki dua hari
besar ('Ied) untuk bermain-main. Lalu beliau bertanya, “Dua hari untuk apa
ini?” Mereka menjawab, "Dua hari di mana kami sering bermain-main di
masa jahiliyyah". Lantas beliau bersabda:
"Sesungguhnya Allah telah menggantikan bagi kalian
untuk keduanya dua hari yang lebih baik dari keduanya: Iedul Adha dan Iedul
Fithri" (Dikeluarkan oleh Imam Ahmad
di dalam Musnadnya, No. 11595, 13058, 13210)
Terus, boleh nggak sih kita merayakan tahun baru karena
niatnya bukan menghormati kelahiran Yesus Kristus dalam keyakinan agama
Nasrani? Ya, sekadar senang-senang aja gitu, sekadar refreshing deh. Hmm..
ada baiknya kamu menyimak ucapan Umar Ibn Khaththab: “Janganlah kalian
mengunjungi kaum musyrikin di gereja-gereja (rumah-rumah ibadah) mereka pada
hari besar mereka karena sesungguhnya kemurkaan Allah akan turun atas mereka”
(Dikeluarkan oleh Imam al-Baihaqy No. 18640) Umar ra. berkata lagi, "Hindarilah
musuh-musuh Allah pada momentum hari-hari besar mereka" (ibid,
No. 18641) Dalam keterangan lain, seperti dari Abdullah bin Amr bin
al-Ash ra, dia berkata, "Barangsiapa yang berdiam di negeri-negeri
orang asing, lalu membuat tahun baru dan festival seperti mereka serta
menyerupai mereka hingga dia mati dalam kondisi demikian, maka kelak dia
akandikumpulkan pada hari kiamat bersama mereka” ('Aun al-Ma'bud Syarh
Sunan Abi Daud, Syarh hadits no. 3512)
Nah,
berkaitan dengan larangan menyerupai suatu kaum (baik ibadahnya,
adat-istiadanya, juga gaya hidupnya), Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa
yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka” (HR Imam
Ahmad dalam Musnad-nya jilid II, hlm. 50)
At-Tasyabbuh secara bahasa diambil dari kata al-musyabahah yang
berarti meniru atau mencontoh, menjalin atau mengaitkan diri, dan mengikuti. At-Tasybihberarti
peniruan. Dan mutasyabihah berarti mutamatsilat (serupa).
Dikatakan artinya serupa dengannya, meniru
dan mengikutinya.
Tasyabbuh yang dilarang dalam al-Quran dan as-Sunnah secara syar’i adalah menyerupai orang-orang kafir dalam segala bentuk dan sifatnya, baik dalam aqidah, peribadatan, kebudayaan, atau dalam pola tingkah laku yang menunjukkan ciri khas mereka. Hmm.. catet ye!
Tahun
baru, dosa baru?
Waduh, masa’ sih kita memulai bilangan tahun dengan dosa baru? Apalagi untuk dosa lama aja kita belum pernah melakukan tobatnya, tapi udah bikin dosa baru. Keterlaluan abis deh kalo sampe punya cita-cita seperti itu. Tapi kenyataannya, ternyata banyak di antara kita yang malah merayakan tahun baru masehi dengan melakukan aktivitas maksiat. Kasihan deh!
Boys
and gals, sebenarnya dalam pandangan
Islam, untuk mengevaluasi diri selama ini udah ada tuntunannya dalam
al-Quran, sebagaimana firman Allah Swt. (yang artinya): “Demi Waktu.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati
supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran”
(QS al-Ashr [103] 1-3)
Rasulullah
saw. bersabda: “Sebaik-baiknya manusia adalah orang yang diberi panjang
umur dan baik amalannya, dan sejelek-jeleknya manusia adalah orang yang
diberi panjang umur dan jelek amalannya.” (HR Ahmad)
Orang
yang pasti beruntung adalah orang yang mencari kebenaran, orang yang
mengamalkan kebenaran, orang yang mendakwahkan kebenaran dan orang yang sabar
dalam menegakan kebenaran. Mengatur waktu dengan baik agar tidak sia-sia
adalah dengan mengetahui dan memetakan, mana yang wajib, sunah, haram, mana
yang makruh, en mana yang mubah. Intinya kudu taat sama syariat Islam.
Itu
artinya perubahan waktu ini harusnya kita jadikan momentum (saat yang tepat)
untuk mengevaluasi diri. Jangan malah hura-hura bergelimang kesenangan di
malam tahun baru masehi. Sudahlah merayakannya haram, eh, caranya maksiat
pula. Halah, apa itu nggak dobel-dobel dosanya? Naudzubillahi min dzalik!
Sobat
muda muslim, nggak baik hura-hura, lho. Hindari deh ya. Jangan sampe lupa
diri. Itu sebabnya, Rasulullah saw. mewanti-wanti tentang dua hal yang bikin
manusia tuh lupa diri. Sabda beliau saw.: “Ada dua nikmat, dimana manusia
banyak tertipu di dalamnya; kesehatan dan kesempatan.” (HR Bukhari)
Nggak
baik kalo kita nyesel seumur-umur akibat kita menzalimi diri sendiri. Sebab,
kita nggak bakalan diberi kesempatan ulang untuk berbuat baik atau bertobat,
bila kita udah meninggalkan dunia ini. Firman Allah Swt.:
“Maka pada hari itu tidak bermanfaat (lagi)
bagi orang-orang yang zalim permintaan uzur mereka, dan tidak pula mereka
diberi kesempatan bertaubat lagi.” (QS
ar-Rûm [30]: 57)
Jadi,
nggak usah deh kita ikutan heboh merayakan tahun baru masehi. Kita evaluasi
diri, dan itu dilakukan setiap hari biar lebih seru. Jangan nunggu pergantian
tahun baru masehi, entar tobat belum eh udah mati duluan. Rugi berat! Yuk
kita tingkatin terus amal baik kita, jangan cuma menumpuk dosa. Hari demi hari
harus lebih baik. Yup, mari mulai sekarang juga untuk evaluasi diri. Are
you ready? ^_^
|
Masih tak sempurna dan tak akan sempurna, tapi “insyaallah” bisa menyempurnakan diri.
Sabtu, 31 Desember 2011
Haruskah Merayakan Tahun Baru?
Jumat, 30 Desember 2011
pUiSi " kArAkTer"
Karakter
kArYa : FiRaH_ff
Melihat suasana dunia
Menyambut pagi dunia
Ada apa di zaman ini
Zaman globalisasi
di penuhi teknologi canggih
Tapi,
Dari generasi kegenerasi
Di penuhi hujan kerusakan
Dimana moral bangsa
Yang dikenal penuh akhlak
mulia
Dimana karakter bangsa
Kini dipengaruh oleh budaya buruk
yang merusak moral dan mengubah
karakter ...
Narkoba bagaikan permen
seks bebas bagaikan permainan
Kekerasan bagaikan hiburan
Korupsi merajalela
Namun tak bermoral
Kemiskinan merajalela
Menghampiri kaum tak berilmu
Memperburuk keadaan
Rebutlah jati diri bangsa kita
Jati diri dengan moral dan
karakter yang mulia dan baik ...
Bukan hanya dengan kata-kata tapi
juga dengan tindakan yang berasal dari hati kita yang tulus ...
Pesan:
Untuk apa teknologi canggih kalau
generasi semakin memburuk
untuk apa wajah menawan kalau
moral dan karakter rusak
Langganan:
Postingan (Atom)