Karya: Firah_ff
Pikirannya begitu kosong menatap
kearah langit, berharap sang ibu dapat kembali menjemputnya dari kesendirian di
panti asuhan ini. Deraian air mata terus mengalir dipipinya yang tembeb
memikirkan sang ibu yang sudah pergi dan
meninggalkannya tiga tahun lalu.
“Gerimis ayo masuk hujan akan segera
turun” Pintah suster Ika, salah satu pengasuh di pantu asuhan “MUTIARA IBU” dimana
Gerimis tinggal selama ini. Ya itulah namanya Gerimis, itu bukanlah petanda
bahwa hujan akan turun, tapi ini adalah suatu nama, entah apa sebabnya orang
tua Gerimis memberikannya nama yang cukup aneh “Gerimis”. Gerimis langsung saja
menghapus air matanya dan pandangannya pun tertuju pada suster Ika dan
memberikan senyumnnya yang khas menandakan ia akan mematuhi perintah suster
Ika.
Dengan berjalan tanpa semangat, Gerimis
masuk kedalam panti, suara teriakan adik-adiknya di panti pun menemani
langkahnya. Gerimis langsung saja masuk kedalam kamarnya dan berbaring.
Makan malam, tapi Gerimis masih saja
menyendiri di dalam kamarnya. Tak ada satu orangpun di panti yang mengajak
Gerimis makan bersama karena mereka mengetahui bahwa ia anak yang pendiam dan
tak suka makan bersama. Tapi tidak untuk malam ini suster Ika memberikan
sepujuk surat pada anak yang baru berumur sepuluh tahun ini dan membuatnya
menjadi anak periang dan bercanda gurau dengan teman-teman di panti. Sebelum
tidur Gerimis berkata.
“Ibu tunggu Gerimis, Gerimis kan
datang”
%%%
Surat pemberian suster Ika adalah
surat dari teman ibu Gerimis, dan memberi tahukan dimana keberadaan sang ibu,
tanpa memikir panjang lagi ia pergi kealamat yang tertera di surat itu dengan
izin yang telah diberikan oleh suster Ika terlebih dahulu.
Dengan semangat dan penuh harapan, Gerimis
berjalan gang antar gang dengan senyumnya walau matahari terik menyinari
tubuhnya.
%%%
Akhirnya ia menemukan rumah yang
tertera di surat yang ia genggam erat sejak tadi. Dengan perasaan campur raduk
ia mengetuk pintu.
“TOK… TOK…”
Keluarlah seorang wanita setengah
baya dengan mengenakan pakaian yang sangat sederhana.
“Apakah ia ibuku?” Gumam Gerimis
dibenaknya, Gerimis ingin memulai pembicaraan namun belum saja ia mengatakan
sepata kata pun, wanita itu langsung saja mengenal Gerimis dan memeluknya.
“Gerimis ternyata kamu datang nak,
saya teman ibu kamu yang mengirimkan surat itu” Ujar wanita itu sambil
melepaskan pelukannya pada Gerimis. Gerimis hanya dapat terdiam dan
menggangguk. Tak lama setelah itu, wanita yang tak lain teman ibu Gerimis mengantarkan
Gerimis dimana adanya keberadaan ibu Gerimis.
Dengan senyum yang mekar sepanjang
jalan di temani sang teman ibu Gerimis yang tak bicara sepatah katapun dan
hanya membalas senyum Gerimis. Sudah sangat jauh mereka berjalan.
“Kita hampir sampai Gerimis”
Ujar wanita itu. Gerimis merasa ada yang aneh di sekitar sini jarang pemukiman
penduduk dan tampak sepi, gerimis mulai turun dan hati Gerimis yang awalnya
senang menjadi penuh kekhawatiran.
Muncul seribu pertanyaan dari benak
Gerimis, “Kenapa, kenapa tante ini mengantarku ketempat pemakaman umum seperti
ini?” Dengan melihat sekeliling Gerimis berjalan diantara gunduk-gundukan tanah
kuburan. Di sini begitu sunyi dan…
“Kita sudah sampai Gerimis, ini ibu
mu” Mereka berdiri di salah satu kuburan yang tertulis di batu nisan nama dari
ibu Gerimis *Arstari Anton*. Gerimis terunduk dan mendekat dengan kuburan
ibunya sambil memegang batu nisan itu.
“Ibu kenapa, bu. Kenapa ibu
meninggalkan ku sendiri? Pertanyaan yang dilontarkan Gerimis sambil menangis
ditemani rintik hujan gerimis.
Teman ibu Gerimis menceritakan semua
hal. Ibu Gerimis terpaksa meninggalkannya karena sedang mengidap kanker,
sementara itu ayah Gerimis telah meninggal sejak lama dan meninggalkan sebuah
cincin emas yang begitu sangat cantiknya dengan surat terakhir yang ditulis
ibu Gerimis, dengan perlahan Gerimis membuka surat itu dan membacakannya.
“Gerimis maafkan ibu karena telah
meninggalkanmu, hanya satu pesan ibu untukmu jadilah anak yang baik dan menjadi
anak yang sukses, ibu akan selalu bersamamu. Tolong maafkan ibu” Tangisan
Gerimispun tak dapat terbendung, walau begitu ia berjanji akan menjadi anak
yang diharapkan ibunya ditemani rintikan hujan gerimis.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar