Masih tak sempurna dan tak akan sempurna, tapi “insyaallah” bisa menyempurnakan diri.

Senin, 18 Juni 2012

Cerpen "Tangisan Gerimis"

Karya: Firah_ff

Pikirannya begitu kosong menatap kearah langit, berharap sang ibu dapat kembali menjemputnya dari kesendirian di panti asuhan ini. Deraian air mata terus mengalir dipipinya yang tembeb memikirkan sang ibu  yang sudah pergi dan meninggalkannya tiga tahun lalu.
“Gerimis ayo masuk hujan akan segera turun” Pintah suster Ika, salah satu pengasuh di pantu asuhan “MUTIARA IBU” dimana Gerimis tinggal selama ini. Ya itulah namanya Gerimis, itu bukanlah petanda bahwa hujan akan turun, tapi ini adalah suatu nama, entah apa sebabnya orang tua Gerimis memberikannya nama yang cukup aneh “Gerimis”. Gerimis langsung saja menghapus air matanya dan pandangannya pun tertuju pada suster Ika dan memberikan senyumnnya yang khas menandakan ia akan mematuhi perintah suster Ika.
Dengan berjalan tanpa semangat, Gerimis masuk kedalam panti, suara teriakan adik-adiknya di panti pun menemani langkahnya. Gerimis langsung saja masuk kedalam kamarnya dan berbaring.
Makan malam, tapi Gerimis masih saja menyendiri di dalam kamarnya. Tak ada satu orangpun di panti yang mengajak Gerimis makan bersama karena mereka mengetahui bahwa ia anak yang pendiam dan tak suka makan bersama. Tapi tidak untuk malam ini suster Ika memberikan sepujuk surat pada anak yang baru berumur sepuluh tahun ini dan membuatnya menjadi anak periang dan bercanda gurau dengan teman-teman di panti. Sebelum tidur Gerimis berkata.
“Ibu tunggu Gerimis, Gerimis kan datang”
%%%
Surat pemberian suster Ika adalah surat dari teman ibu Gerimis, dan memberi tahukan dimana keberadaan sang ibu, tanpa memikir panjang lagi ia pergi kealamat yang tertera di surat itu dengan izin yang telah diberikan oleh suster Ika terlebih dahulu.
Dengan semangat dan penuh harapan, Gerimis berjalan gang antar gang dengan senyumnya walau matahari terik menyinari tubuhnya.
%%%
Akhirnya ia menemukan rumah yang tertera di surat yang ia genggam erat sejak tadi. Dengan perasaan campur raduk ia mengetuk pintu.
“TOK… TOK…”
Keluarlah seorang wanita setengah baya dengan mengenakan pakaian yang sangat sederhana.
“Apakah ia ibuku?” Gumam Gerimis dibenaknya, Gerimis ingin memulai pembicaraan namun belum saja ia mengatakan sepata kata pun, wanita itu langsung saja mengenal Gerimis dan memeluknya.
“Gerimis ternyata kamu datang nak, saya teman ibu kamu yang mengirimkan surat itu” Ujar wanita itu sambil melepaskan pelukannya pada Gerimis. Gerimis hanya dapat terdiam dan menggangguk. Tak lama setelah itu, wanita yang tak lain teman ibu Gerimis mengantarkan Gerimis dimana adanya keberadaan ibu Gerimis.
Dengan senyum yang mekar sepanjang jalan di temani sang teman ibu Gerimis yang tak bicara sepatah katapun dan hanya membalas senyum Gerimis. Sudah sangat jauh mereka berjalan.
“Kita hampir sampai Gerimis” Ujar wanita itu. Gerimis merasa ada yang aneh di sekitar sini jarang pemukiman penduduk dan tampak sepi, gerimis mulai turun dan hati Gerimis yang awalnya senang menjadi penuh kekhawatiran.
Muncul seribu pertanyaan dari benak Gerimis, “Kenapa, kenapa tante ini mengantarku ketempat pemakaman umum seperti ini?” Dengan melihat sekeliling Gerimis berjalan diantara gunduk-gundukan tanah kuburan. Di sini begitu sunyi dan…
“Kita sudah sampai Gerimis, ini ibu mu” Mereka berdiri di salah satu kuburan yang tertulis di batu nisan nama dari ibu Gerimis *Arstari Anton*. Gerimis terunduk dan mendekat dengan kuburan ibunya sambil memegang batu nisan itu.
“Ibu kenapa, bu. Kenapa ibu meninggalkan ku sendiri? Pertanyaan yang dilontarkan Gerimis sambil menangis ditemani rintik hujan gerimis.
Teman ibu Gerimis menceritakan semua hal. Ibu Gerimis terpaksa meninggalkannya karena sedang mengidap kanker, sementara itu ayah Gerimis telah meninggal sejak lama dan meninggalkan sebuah cincin emas yang begitu sangat cantiknya dengan surat terakhir yang ditulis ibu Gerimis, dengan perlahan Gerimis membuka surat itu dan membacakannya.
“Gerimis maafkan ibu karena telah meninggalkanmu, hanya satu pesan ibu untukmu jadilah anak yang baik dan menjadi anak yang sukses, ibu akan selalu bersamamu. Tolong maafkan ibu” Tangisan Gerimispun tak dapat terbendung, walau begitu ia berjanji akan menjadi anak yang diharapkan ibunya ditemani rintikan hujan gerimis.

.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar